MEDINA, I'AM IN LOVE #2



Hari itu saya berangkat dengan kondisi kantong yang subhanallah sedang diuji. Namun entah mengapa semakin dekat hari keberangkatan semakin kuat keyakinan saya, ayoo berserah saja pada Allah, kira-kira seperti itu kalimat yang terus memenuhi kepala hati dan semua indera saya. dan benar, keyakinan itu berdasarkan proses perjalanan untuk keberangkatan ini sendiri, tak sanggup logika saya mencerna, jika ini panggilan-Nya maka ia akan menjaga saya dengan cara dan kasih sayang-Nya.

Saya berangkat seorang diri tanpa sanak keluarga, karena memang biaya keberangkatan ini hanya cukup untuk saya seorang saja. Saking minimalisnya, saya hanya mampu membayar untuk tiket keberangkatan dengan type Quad, artinya saya akan bersama empat orang jamaah dalam satu kamar. Namun Qadarullah saya ditempatkan hanya berdua dengan seorang nenek-nenek usia 60 tahunan yang Masya Allah sama sekali tidak rewel, mengenai nenek satu ini akan saya ceritakan pada bagian yang lain ya.

Tahun 2019 lalu saya sudah mendaftarkan diri sebagai jamaah Haji. Bagi saya, kewajiban haji harus diutamakan baru kemudian mendaftarkan diri untuk Umrah, walaupun harus menunggu beberapa waktu untuk keberangkatannya, namun kewajiban mendaftarkannya sudah selesai, biar keberangkatan menjadi urusan Allah saja.

Maka berangkatlah saya dengan linangan airmata di sore itu. Namun entah mengapa hati saya merasakan kebahagiaan yang luar biasa, karena Allah memanggil saya untuk diperjalankan menuju Bait-Nya dan menuju makam kekasih-Nya.

***

Passport saya sudah lengkap dengan visa Arab Saudi. Kami menggunakan pesawat Emirates, airbus yang besar itulah yang mengantarkan saya menuju Baitullah. Sesaat di ruang tunggu sebelum boarding saya duduk bersama seorang nenek-nenek yang meminta saya menemaninya selama di tanah suci nanti, namun sayang, kami berbeda bis dan berbeda kamar, ini membuat saya kesulitan pastinya, lagi pula saya dipasangkan satu kamar dengan nenek yang kemudian saya memanggil beliau dengan Mimih, karena saya sebaya dengan anaknya yang paling bontot.

Entah mengapa, bahagia saja mendapatkan kepercayaan untuk membantu dan menemani para nenek-nenek ini, padahal kami semuanya baru pertama kali bertemu di kloter jamaah Umrah ini.

Pesawat memperjalankan kami hingga ke Dubai. Saat transit, Mimih yang bersama saya terpaksa diperiksa petugas bandara, karena ia membawa lakban dalam kopernya, karena beliau tidak bisa berbahasa inggris, saya harus menemaninya saat petugas membongkar koper. Sejak itu Mimih terus mengekori saya kemanapun, hingga ke toilet pun ia meminta "Tolong tunggu Mimih Neng.." katanya, dan saya turuti saja.

Melihat Mimih mengingatkan saya pada Mama, beliau juga sebaya Mimih, namun sekarang Mama sudah sakit-sakitan, dan harus banyak istirahat karena Diabetes yang beliau derita. Harusnya saya bisa berangkat Umrah bersama Mama dan Ayah, namun entah mengapa saya memutuskan untuk berangkat duluan, karena ingin mendoakan Mama dan Ayah supaya sehat dan bisa berangkat dengan waktu yang tepat.

Pesawat kami landing di Bandara Madinah. Saat itu pandemi COVID-19 mulai mencuat, termasuk sangat ketat pemeriksaan di Imigrasi Madinah, saat kami melewati jalur pemeriksaan, beberapa teman satu jamaah yang beberapa waktu lalu sempat ke China juga harus melewati proses introgasi panjang, karena memiliki visa ke China.

Namun, Alhamdulillah semua bisa berjalan lancar, saya yakin ini semata-mata karena kami tamu Allah, tamunya Rasulullah, membawa hati dan pikiran yang begitu rindu pada Rasulullah dan hendak bersujud di Bait Allah.

Kaki saya tiba di Madinah, saat itu masih musim dingin, rasanya menggigit sekali. Masya Allah, saya menahan tangis, sambil terus berkata, Rasulullah. Ummatmu tiba di sini, memenuhi rindu yang teramat sangat, ummatmu yang tak tahu diri, ummatmu yang lupa akan ajaranmu, ummatmu yang datang untuk mengharap syafaatmu. Pada kalimat terakhir, saya menangis. saya tahu pada detik ini saya memang teramat rindu untuk menemui beliau.

*Bersambung

Episode. RAUDHAH, TAMAN MAKAM RASULULLAH.




Komentar

Postingan Populer