BELAJAR KEIKHLASAN

Nazira, when in Aceh





Judulnya berat euyy..

Benar, judulnya subhanallah super berat. Tapi bukan berarti tidak mungkin.
Dua bulan terakhir ini saya bolak balik Jakarta-Aceh. Karena kondisi Mama yang sedang sakit, Diabetes menggerogoti tubuh sehatnya.

Mama selalu berdua dengan Ayah. Hampir kemanapun dua sejoli ini selalu bersama. Termasuk saat sakit kemaren, Ayah lah yang berulang kali katakan pada Mama.

"Jangan keluhkan sakitmu pada anak-anak. IKHLAS jalani ini. Selagi aku sehat, aku yang akan menjagamu. Anak-anak sejak kecil sudah kita ajarkan untuk merantau meninggalkan rumah, agar mereka mandiri tapi bukan lupa akan rumah, bukan lupa pada kita. Anak-anak juga sudah sangat repot dengan cucu-cucu kita. Kasihan jika kita repotkan lagi dengan penyakit ini. Ikhlaskan saja kita jalani ini bersama. Insya Allah kesembuhan dari Allah"

Terenyuh ya dengar kata-kata begitu. Akhirnya kami 4 bersaudara bergantian menemani Ayah dan Mama di Aceh. Meskipun kakak pertama saya yang paling sering kebagian jatah menjaga, karena jarak rumahnya sekitar 4 jam menuju rumah Mama.

Ada point yang paling sakral dan penuh makna saya temukan dari kata-kata Ayah ke Mama.
KEIKHLASAN.

Ayah dan Mama sadar bahwa anak-anaknya titipan Allah. Anak-anaknya satu saat akan meninggalkan rumah. Yang perempuan akan ikut suaminya dan laki-laki akan membangun rumah tangganya selaku imam keluarga.

Keduanya berlatih ditinggalkan anak-anaknya. Karena sejak tamat SD kakak pertama saya sudah merantau (karena dia masuk Sekolah Tahfidz) menyusul saya, dan dua adik di bawah saya. Sekarang kakak saya di Aceh Barat, adik saya di Batam dan saya di Jakarta. Bahkan saya pernah 5 tahun tidak mudik lebaran karena tahun-tahun itu kondisi ekonomi yang supit.

Tapi Ayah dan Mama tetap ikhlas menerima bahwa lebaran tanpa mudiknya sebagian anak, bahwa hari-hari mereka sangat jarang mendengar celotehan cucu.

Keikhlasan di dada Ayah dan rindu di dada Mama. Saya belajar dari keduanya, saat umur kian senja, cucu semakin bertambah.

Moment tak selalu bernada sama, anak-anak tetap akan selalu rindu rumah, dan segala kenangan tentang Ayah dan Ibunya. Tinggal kita menerima perubahan moment atau membiarkannya bergulir dengan gerutu.

Teruntuk siapapun yang sedang merasa sendiri di hari lebaran. Jauh dari sanak keluarga, jauh dari anak-anak dan cucu, jauh dari pasangan jia.

Mungkin kita perlu belajar melewati moment tidak nyaman ini. Percayalah ini hanya sementara, tidak ada kesedihan yang berkepanjangan, selain seonggok hati di dada ini berlatih penerimaan.

Happy Eid Mubarak.
With love
Aida Maslamah Ahmad.

Komentar

Postingan Populer