5 Tips Bersahabat Dengan Editor
Kata orang
hubungan antara penulis dengan editor itu ibarat Menantu dengan Mertua, saling
mendukung juga saling mencari kelemahan namun bertujuan untuk perbaikan, agar
pembaca mendapatkan bacaan yang minimal jauh dari kesalahan pengetikan/typo,
hingga ke konten dari naskah itu sendiri.
Selama
beberapa tahun terakhir ini saya bekerja dengan beberapa editor dari beberapa
penerbit. Cara kerja editor ini pun bermacam ragam, ada yang sebelum deadline
sang editor sudah gedor-gedor email dan BBM saya buat nagih naskah, ada juga
yang sampai satu bulan baru kemudian muncul email minta sedikit revisi, ada
juga yang nagihnya cepat-cepat tapi giliran menunggu hasil revisinya saya harus
menunggu agak lama.
Pengalaman
beberapa teman penulis juga tak jauh berbeda, selain sebagai teman berantem di
naskah ternyata editor bisa dijadikan sahabat, bahkan bisa bisik-bisik tentang
jumlah persenan royalti juga loh J.
Intinya bekerja dengan editor sama hal nya bekerja dengan lingkungan pekerjaan
yang lain, hanya saja karena menulis melibatkan ide kreatif maka peran mata kedua dalam setiap naskah itu
sangat diperlukan, di sinilah fungsinya editor sebagai pembaca dan pemberi
masukan.
Lalu jika
demikian tentu ada yang harus diperhatikan saat kita bekerja dengan lingkungan
penerbitan terutama editor.
1. Berkenalan.
Memang benar ungkapan jika tak kenal manalah
mungkin terbit rasa sayang. Berkenalan
di sini bukan hanya berkenalan dalam artian say
hello atau sekedar menyapa saja, karena itu bisa saja dilakukan di akun
linimassa. Namun berkenalan di sini mencoba untuk berkenalan bagaimana cara
kerja editor dalam penerbitannya, terutama untuk proyek naskah yang sedang kita
kerjakan bersama.
Jika belum melakukan kerjasama dalam naskah,
berkenalan dan berbincang banyak hal dengan editor ini bisa dilakukan di
pameran-pameran buku, temui editor akuisisinya, menelpon ke line telepon
penerbitan atau bisa langsung dialog via email untuk memudahkan komunikasi.
Perkenalan itu bisa dimulai dari hal-hal yang
sederhana saja, misalnya segmentasi naskah untuk penerbitan ini seperti apa,
termasuk menanyakan naskah seperti apa yang sedang dicari atau bahkan belum ada
di pasaran saat ini. Karena pada
dasarnya setiap penerbitan punya kebijakan masing-masing, oleh karenanya ada
baiknya berkenalan bagaimana sistem kerjanya sehingga kita pun mampu
beradaptasi dan mengikuti ritme kerja dari penerbitan terutama editor.
2. Berdiskusi.
Saat disodori hasil revisi dari editor, saya
bisa membayangkan seorang penulis menerima revisian seperti menerima raport
ujian naik kelas. Ada warna warni dari naskah yang sudah mengalami transformasi
file menjadi file track changes. Namun ada yang lebih membingungkan lagi saat
bekerja dengan editor yang menuliskan list revisi untuk naskah tanpa menyolek
sedikit pun naskah yang harus direvisi. Loh… Jadi yang mau direvisi bagian yang
mana? J
Untuk sebagian penulis ini mengganggu
idealisme-nya, sampai-sampai tercetus pernyataan “Jangan-jangan ide saya jadi
hilang semuanya berganti dengan ide dari editor?” Nah…untuk meminimalisir
kondisi seperti ini, mau tidak mau penulis harus kencan beberapa saat dengan
editor. Tanyakan lebih jelas bagian mana
yang harus direvisi, atau tanyakan mengapa bagian ini harus direvisi, apa
alasannya? Editor memerlukan penulis yang cerdas dengan ide-ide di dalam
naskahnya sementara penulis pun memerlukan mata kedua untuk naskahnya yang bisa
dibaca dari seorang editor. Maka diskusikanlah, karena bagaimana pun editor
mengerti segmentasi pasar untuk penerbitannya, sederhananya saja editor ingin
buku yang ia edit jauh dari cacat sebagaimana penulis ingin naskahnya mendapat
apresiasi dari pembaca tanpa mengurangi ide-ide dan idealismenya. Fahami bahwa
baik editor maupun penulis memiliki tujuan yang sama, maka berdiskusi adalah solusi
yang tepat.
3. Berargumentasi.
Kata siapa penulis tidak boleh berargumentasi
terhadap naskahnya sendiri? Kalau perlu silahkan saja mempresentasikan
kelebihan naskahmu kepada editor dengan alasan-alasan yang tepat.
Saya pernah punya pengalaman satu naskah yang
nyaris ditolak penerbit besar jika saya tidak buru-buru presentasi kelebihan
naskah saya kepada editor akuisisi.
Mungkin saja naskah yang masuk ke sebuah
penerbitan tertentu terutama penerbit besar dalam sebulan saja bisa dalam
jumlah yang besar, sementara editor akuisisi tidak mungkin membaca kesemua
naskah tersebut, jika idenya nyaris sama tidak menunjukkan kelebihan di bidang
yang lain, bisa jadi naskah tersebut langsung out alias ditolak mentah-mentah.
Tapi jangan khawatir jika naskahmu memiliki kelebihan yang tidak dipunyai oleh
naskah sejenis lainnya di pasaran, asalkan saja mau dan berani mempresentasi
naskahmu sendiri kepada editor akuisisi. Beranikan untuk mengirim email, atau
langsung saja ajak bertatap muka jika memungkinkan, lalu tunjukkan bagian mana
yang menjadi kelebihan naskahmu sehingga layak diterima dan diterbitkan.
Bahkan beberapa orang teman penulis, sudah
menyiapkan satu proposal lengkap untuk kegiatan-kegiatan promo dari buku yang
mereka tulis, sehingga harapannya nanti begitu buku terbit, penerbit dapat
bekerjasama dengan penulis untuk membidik pembacanya.
4. Professional.
Setiap bekerjasama dengan editor atau
penerbitan berarti juga bekerja dalam ranah deadline. Jika naskah yang diajukan
di awal baru dalam bentuk sinopsis atau deskripsi naskah, maka akan ada
deadline untuk Outline, Naskah dan kemudian deadline Revisi.
Seperti yang saya sampaikan di awal, editor
biasanya selalu tepat waktu bahkan lebih awal dari jadwal yang ditentukan, maka
hendaknya penulis terbiasa dengan ritme kerja yang menggunakan deadline. Semakin
tepat waktu semakin baik, sehingga kerjasama selanjutnya bisa berkelanjutan
karena penulis dianggap professional dengan projek yang sedang dikerjakan.
Sebaliknya sebagai penulis, kita juga berhak
menanyakan apa naskah sudah selesai dibaca dan diedit, sebagai editor yang
baik, biasanya juga akan memberikan deadline untuk dirinya sendiri, misalnya setelah
2 minggu penyerahan naskah dari penulis, maka naskah yang sudah dibaca dan
diedit akan dikirim kembali.
5. Menjaga Silaturrahmi.
Begitu naskah selesai dan buku sudah terbit
apa kemudian kita akan berhenti kontak dengan editor atau penerbitan? Saran
saya tidak berhenti begitu saja. Tetap saling kontak, selain penulis masih
berada di bawah kontrak kerjasama naskah untuk beberapa tahun ke depan,
silaturrahmi dengan editor pasca projek juga baik untuk membantu kegiatan
promosi buku. Dan satu hal lagi, biasanya editor-editor yang intense
berkomunikasi dengan penulis akan memahami kelebihan si penulis dalam naskah-naskah
genre tertentu. Bisa jadi karena silaturrahmi yang baik ditambah kelebihanmu
dalam mengelola naskah akan ada orderan projek naskah yang akan cocok untukmu. Siapa tahu? J
Jadi, masih takut bersahabat dengan editor?
Silahkan dicoba 5 tips tadi ya, insya Allah persahabatan dengan editor bakal langgeng.
*****
Jakarta,
22 Januari 2014
Pukul
17.34 WIB
Aida,MA
Saya catat ah, mau mencoba membuka pintu komunikasi sama editor. Semoga sukses ^_^
ReplyDeletesilahkannnnnn :)
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDelete