Dua Jam di ConVis Aceh
Bersama YIC-ConVis Aceh |
Jika saya membagi manusia di bumi ini berdasarkan manfaatnya,
mungkin saya akan membagi dengan tiga tipe manusia. Pertama yang tidak
bermanfaat bagi orang lain, alias hanya bisa merusak dan membual saja, kedua
orang yang bermanfaat untuk dirinya sendiri dan keluarganya saja, lalu yang ketiga,
orang yang bermanfaat bukan hanya bagi dirinya sendiri tapi juga menebar
manfaat bagi orang lain.
Lalu apa hubungannya dengan judul tulisan
ini, tentu saja ada hubungannya karena yang akan saya ceritakan hari ini adalah
orang-orang yang berada di golongan ketiga, orang-orang yang menebarkan potensi
dan manfaat dirinya bagi orang lain. Mereka adalah anak-anak muda, Youth Inspiring Community yang tergabung
dalam ConVis (Consortium for Villages) Aceh,
mereka bukan anak muda biasa, namun lebih dari itu mereka generasi muda
yang memiliki jiwa dan kepedulian sosial yang sangat tinggi.
Siang itu, 26 Mei 2013, saya punya janji dengan anak-anak muda keren
ini untuk mengisi sebuah program yang baru berjalan selama 2bulan, mereka
menamainya KEBAB (Kelas Berbagi) yang mendatangkan pemateri yang ekspert di
bidangnya masing-masing.
Saya sendiri bisa bertemu mereka dalam
agenda promo novel remaja Sunset in Weh Island yang mengambil setting Sabang,
Aceh di bulan Mei lalu. Kesempatan yang tidak datang dua kali bagi saya untuk
bertemu mereka, di saat anak-anak muda lainnya sedang heboh mengagung-agungkan
budaya negeri Suju, namun mereka justru turun ke lapangan berbagi ilmu dan
kepeduliannya pada sesama.
Perkenalkanlah dua orang yang menjemput
saya di penginapan siang itu, Susi dan Ilham yang sudah duduk manis di loby
hotel, senyum mereka merekah begitu genggaman tangan kami saling bertemu. Susi
sempat bertemu sebelumnya dengan saya di Blang Padang, setelah saya konfirmasi
bisa mengisi materi KEBAB di YIC ConVis Aceh.
“You
look so young sister!” ucap Susi membuat saya merona, gegara saya merasa
sudah masuk 30’s club berarti sudah berada dalam kawasan wanita sangat dewasa
alias wanita yang biasanya sudah dipanggil emak-emak (hehehe).
Kami berangkat dari penginapan di saat
matahari sedang terik-teriknya. Duduk di boncengan susi di antara lalu lintas
kota Banda Aceh yang tidak terlalu ramai, menuju ke markas ConVis Aceh.
Saya tiba di depan rumah bercat putih
dengan beberapa pilar di depannya, sebagian rumput mendominasi halaman depan di
antara tebaran bebatuan yang mampu memberi kesan bersih.
Saya masuk ke ruang depan, bertemu dengan
YIC yang sebagian besar laki-laki, lalu kemudian saya dipersilahkan masuk ke
tengah rumah, sebuah karpet lebar berwarna merah dengan corak bunga-bunga
terbentang di sana, sisi kanan kiri ruangan itu dipenuhi dengan desktop, banner
dan beberapa kardus yang disusun begitu saja.
Saya kemudian disambut seorang lelaki
muda, namanya Al-Hayat biasa dipanggil Al saja, anak muda ini ternyata satu
alumni dengan saya di Fakultas Pertanian Syiah Kuala. Al sudah menunggu saya
sembari menatap layar laptopnya yang memperlihatkan berita-berita tentang
kedatangan saya ke Aceh di web Atjehpost, dan setelah saya teliti lagi ternyata
dia juga mengunjungi blog pribadi saya J.
Diskusi Kelas Berbagi (KEBAB) YIC-Convis |
Apa yang saya bagi bersama YIC ConVis ini
tentu bukan hal yang baru bagi mereka, apalagi beberapa di antara mereka
seperti Iam, Dian sudah cukup banyak bergumul dengan dunia penulisan. Hanya
beberapa tips seperti bagaimana menyelesaikan naskah yang terkadang suka moody
untuk menyelesaikannya, atau terkadang takut ketika sebuah opini disanggah
demikian keras di sebuah media massa, seperti seolah sedang perang kata-kata (opini war).
Menjadi seorang penulis, baik itu menerbitkan
buku, menulis untuk media massa bahkan menulis di blog, berarti menyiapkan diri
untuk diberi komentar positif dan negatif, namun tidak semua orang akan
memiliki mental baja ketika sebuah
kritik bernada destruktif dilemparkan ke depan publik.
Inilah yang saya bagi untuk YIC, mulailah
dengan hal yang sederhana, karena terlalu berpikir sangat besar kerap kali kita
tersendat di tengah jalan untuk menuangkan ide. Ketakutan-ketakutan yang
ternyata belum terjadi itu membuat kita sering kali tersiksa dan tidak menulis
apapun.
Bukan berarti tidak boleh memiliki keinginan
menyuguhkan pembaca dengan tulisan yang wah dan luar biasa dengan riset yang
wow, namun awali saja segala sesuatu itu dengan hal-hal yang kecil untuk
mendapat sesuatu yang besar. Bahkan teman-teman YIC dalam kegiatan sosial pasti
juga melakukan hal-hal yang sederhana namun tidak terpikirkan oleh orang lain,
bahkan kegiatan-kegiatan sosial kerap kali disalah artikan. Begitu juga dengan
menulis, berhenti dengan rasa takut dicemooh dan tidak disukai banyak orang
karena gaya menulis kita yang sederhana, ternyata ketakutan tersebut tak
menghasilkan apapun selain ketakutan dan kekhawatiran itu sendiri.
Saya mengajak YIC untuk memahami, bahwa menulis
bukan hanya sekedar profesi untuk menghasilkan rupiah-rupiah, seperti yang saya
lakukan saat ini, karena rupiah adalah bonus dari kegiatan istiqamah dari
menulis. Menulis juga bermakna berbagi, setiap kita punya pilihan kata untuk
menyampaikan ke dunia akan ide-ide yang berjubel di kepala kita. Melawan
keterpurukan, melakukan bentuk protes atau berbagi kebaikan lewat
catatan-catatan perjalanan kegiatan sosial yang dilakukan teman-teman YIC, saya
sangat yakin akan banyak orang yang akan terinspirasi dengan apa yang dilakukan
anak-anak muda ini ketika cerita-cerita itu dituangkan dalam bentuk tulisan dan
dibaca oleh banyak orang.
Lebih dari itu pertanyaan seputar
bagaimana menumbuhkan minat baca, karena menulis pasti akan sangat dekat dengan
membaca, saya hanya bisa berbagi bagaimana
saya mendesign niat saat saya memutuskan membaca, membaca bagi saya adalah proses mendapatkan
sesuatu, saya harus dapat sesuatu dari buku yang saya baca, itulah yang
biasanya memaksa saya untuk membaca berbagai jenis buku.
Tak terasa sudah dua jam saya berbicara
banyak hal tentang penulisan bersama anak muda keren ConVis Aceh. Harapan saya
sangat besar, mereka mampu menebarkan banyak kebaikan dan pemikiran-pemikiran
mereka yang brilliant baik itu di media massa minimal blog pribadi saja. Akhir
dari pertemuan ini saya mengingatkan bahwa setiap pilihan berarti memiliki
tanggung jawabnya. Memilih menulis sastra wangi atau menjadi penulis yang
menolak beberapa kebijakan pemerintah akan selalu ada tanggung jawab moral yang
harus dipertanggung jawabkan masing-masing penulisnya.
Kegiatan ConVis Aceh |
Menyalurkan Bantuan untuk Gempa Gayo, Aceh |
Selamat menulis para YIC ConVis yang super
cool! Mari berbagi inspirasi dan menjadi inspirasi untuk banyak orang.
Jakarta, 10 Juli 2013
Pukul 22.00 WIB
Aida, MA.
Assalamu'alaikum, kak.
ReplyDeleteWah...sungguh rangkaian kata yang bagus. Salut buat ide'a. Al dan seluruh rekan2 Pasukan MUDA ConViS (YIC) mengucapkan terima kasih kepada kk atas tercipta'a tulisan ini. :)
Semoga tulisan ini bisa menginspirasi banyak orang. #SalamBerbagi
Waalaikumsalam al....
DeleteMenunggu Waktu semoga kita bisa bertemu lagi. Berbagi pengalaman kegiatan social Temen2 Di ConVis Ternyata membuat Aku malu belum banyak berbuat apa2 hhuheuehu...
Semangat ya Temen2. Ditunggu tulisan2 tentang kegiatan2nya yg makjleb.