Kecanduan K-Drama?
![]() |
Cinta Film Indonesia |
Sekitar tahun 90-an sampai dengan awal 2000-an layar kaca
kita sempat semarak dengan film-film keluaran Bollywood dengan alunan lagu dan
hentakan tariannya. Begitu juga untuk drama miniseri dorama sejenis telenova
yang ditayangkan setiap pagi di tv swasta, sampai menyedot banyak perhatian
penonton Indonesia. Sebagian yang saya ingat telenovela itu sejenis Marimar,
Maria Marchedes dan lain-lain.
Saking
memboomingnya film-film India saat itu, India bahkan disebut-sebit dengan
negeri Bollywood karena kemampuan mereka memproduksi film hingga berjumlah
ratusan film dalam setahun menjadikan India sebagai hollywoodnya Asia, atau
digelari dengan kata Bollywood.
![]() |
Telenovela Marimar |
Namun di
jaman linimasa ini pengaruh dua jenis film tadi mulai bergeser, film-film
keluaran Bollywood mulai terpinggirkan walaupun mungkin masih ada pencinta
Bollywood yang cukup setia dan masih ada yang recommended. Bahkan telenovela sekarang sudah tak pernah
terdengar lagi kabarnya di stasiun TV swasta yang dulunya sempat menayangkan
drama latin tersebut.
![]() |
Salah saut fil Bollywood yang recommended |
Saat ini
giliran K-Drama sedang menguasai dunia. Bukan hanya Indonesia saja ternyata
yang kena demam korea, namun Asia bahkan K-Pop pun sudah mendunia. Hampir semua
TV swasta seolah berlomba-lomba menayangkan drama seri Korea yang bisa dipastikan
lebih banyak menyedot penonton dan meningkatkan rating penyiarannya.
Sebuah fakta
yang memang sedang terjadi di sekitar kita, namun di balik itu semua, saya
lebih tertarik mencari alasan, mengapa penonton memilih K-Drama? Bukan yang
lain, atau bisa dengan produk local sejenis sinetron atau FTV yang juga cukup
menarik untuk ditonton di Indonesia.
Saya pikir,
setidaknya ada beberapa hal yang membuat K-Drama Booming hingga membuat
kecanduan.
Pertama,
karena mereka menabrak pakem yang terjadi dalam sinetron-sinetron di Indonesia.
Pada dasarnya K-Drama masih mengangkat tema yang sederhana, misalnya cinta
segitiga, atau si kaya ketemu si miskin. Namun mereka mengemasnya lebih cerdas.
Terbukti dari dialog-dialog scenario mereka yang berkualitas seperti pada film
King 2 heart dan Bethoven Virus dengan dialog-dialog yang cerdas.
![]() |
Bethoven Virus |
Kedua,
setidaknya K-Drama tidak kejar tayang dengan menetapkan jumlah episodenya
maksimal 25 episode. Salah seorang
mentor scenario saya cerita. Bahwa sebagian besar Sinetron di Indonesia
kejar tayang memiliki penulis scenario mencapai sepuluh orang. Bisa dipastikan
rasanya akan gado-gado ketika sebuah scenario ditangani oleh 10 ide yang
berbeda, 10 gaya bercerita yang berbeda. Jadi, memang sedikit kaget jika dalam
sinetron Indonesia tiba-tiba akan hadir tokoh antagonis lain yang tidak ada hubungannya
dengan cerita di awal. Atau sinetron itu bisa sampai berkali-kali edisinya.
Katakanlah tersanjung yang sampai Tersanjung 7, rasanya-rasanya terlanjur
hambar dan cerita yang berubah-ubah dengan taste yang berbeda membuat
penonton keburu kabur.
Ketiga,
Faktor actor dan actris yang bermain di K-Drama memang menjadi salah satu daya
jualnya di sini, apalagi belakangan banyak sekali adegan dalam K-Drama yang
menampilkan tubuh atletis pemainnya, terutama actor-actor yang baru saja
kembali dari wajib militer, dengan tampilan otot bisep dan perut yang sixpack.
Keempat,
OST, ya Original Soundtrack dalam K-Drama kebanyakan bernada mellow-romance.
Jika sudah jatuh cinta pada dramanya, biasanya penonton juga bakal mengunggah
untuk soundtracknya. Beberapa penempatan lagu yang mellow sangat tepat
menjadikan soundtrack salah satu hal yang diuber-uber penonton. Bahkan unggah
untuk sebuah lagu that’s woman dalam secret garden bisa diunggah hampir semua
orang di dunia.
![]() |
Secret Garden |
Kelima,
Time limit yang tepat. Ini yang sepertinya sangat diperhatikan dalam produksi
K-Drama, meski drama tersebut bergenre saeguk-sejarah namun tetap tak begitu
terasa membosankan untuk disimak sampai akhir. Penempatan time limit yang tepat
biasanya akan membuat penonton penasaran, atau kemudian cooling down
bersiap-siap untuk ending yang biasanya happy ending.
Keenam,
lebih manusiawi. Walaupun pada dasarnya format cerita itu selalu si pejuang
akan berdarah-darah di awal dan menang belakangan, namun tokoh dalam K-Drama
dibuat sisi lemah dan sisi kuatnya tak selamanya bisa ditindas. Manusiawi
karena bisa saja si tokoh utama punya kebiasaan buruk (ileran, misalnya)
seperti dalam princess hour atau ceroboh dan terlalu gampang dibodohi seperti
pada Personal taste. Menariknya lagi di K-Drama tidak ditemukan tokoh antagonis
dengan mata terbelalak atau seperti pada telenovela, si tokoh utama sangat
ditindas kejam di awal-awal cerita.
![]() |
Personal taste |
Ketujuh,
Unsur Budaya dan setting cerita. Saya pikir sinetron Indonesia harus melirik
satu ini, bagaimana unsur budaya Korea bisa dimasukkan dalam cerita, sehingga
mampu memikat pelancong untuk datang ke korea, hanya dari menonton K-Drama. Bahkan
pengakuan banyak orang yang sudah ke Bali, Lombok dan ke pulau Jeju. Menurut
mereka masih lebih menarik Bali daripada Jeju.
Dari sekian magnet K-Drama bukan berarti
drama-drama keluaran negeri Suju ini tidak ada kekurangannya. Hanya saja
sebagai penonton seharusnya lebih cermat memilih. Biasanya K-drama menampilkan
adegan kissing berdasarkan umur si tokoh cerita. French kisses untuk tokoh yang
sudah bekerja, Korean-kiss (menempelkan bibir saja) jika tokohnya masih SMA.
Atau bisa saja di tokoh utama yang biasanya dijadikan idola itu punya scene
seputar seks sebelum nikah, hal-hal yang seperti ini yang saya pikir harus
lebih dipilah dipilih.
Bahasan di
atas tadi kebanyakan berlaku untuk drama seri, namun untuk kualitas film Korea,
sepertinya film-film Indonesia masih jauh lebih bagus dan menarik, selama film
Indonesia tidak berbau horror dan jual body, saya yakin film Indonesia pantas
dapat appresiasi terbaik.
![]() |
Very Recommended |
Sebuah kebanggaan jika Film Indonesia bisa
membuat semua penonton Indonesia menjadi candu untuk menunggu lagi lalu
memberikan appresiasi terbaik untuk hasil karya anak Indonesia.
Jakarta, 5 January 2013
Pukul 2.05 dini hari
Aida MA
Comments
Post a Comment