Gill "Seolah Belahan Jiwa"
Gambar dari sini |
Aku memanggilnya “Gill” jauh dari namanya yang sebenarnya, entah
darimana ia peroleh empat huruf itu yang kemudian ia tenteng-tenteng sebagai
namanya. Kerap kali ditambahi dengan panggilan “wak” di depannya, bukan karena
dia sudah berumur lanjut, namun hanya untuk popularitas saja di antara pecandu
cafein.
Jika bang “Ikal” menyebut dirinya “Curly” karena memiliki rambut ikal dan
cendrung keriting, maka aku akan memanggil Gill dengan Ambon...Ambon maniseku
dengan keriting total menutupi batok kepalanya hingga menjuntai ke bahu.
Gill with Aura garang for the first sight, apalagi jika tanpa senyuman yang
menampilkan sebuah ginsul yang tersembul “pemanis” katanya, namun “sex appeal”
kataku. Doyan lakumu “menebar pesona” yang katanya tak perlu ditebar dari
kendaraan yang hanya bisa jalan jika memakai baling-baling. Ah, itu kemahalan
ucapnya diantara ngakaknya yang memecah dini hari.
Dia eksotik begitu akuannya karena pernah menjalin kasih dengan wanita berambut
pirang dan bermata biru. Namun wanita berwajah “baru bangun tidur” alias
oriental justru lebih menarik di matanya. Bicaranya yang ngasal sering kali
membuat aku bertanya, “ini orang punya sisi lembutnya ga ya?” ok...let’s
see....Batinku.
Jangan percaya laki-laki, 80% laki-laki itu PEMBOHONG “JERK” kecuali Bapakku
yang sudah beralamat batu nisan ucapnya suka-suka tanpa berniat membela
kaumnya.
“Ohya, I see....Termasuk membohongi perasaannya sendiri, begitu kan” patahku saja.
Ditenggaknya lagi vodka dalam gelas ke-enam. Aku menatapnya saja, satu kata
yang kufahami tentangnya dalam keadaan seperti ini “suntuk” begitu sorot
matanya yang kubaca sekilas saat sebulan lalu kutemui dirinya bolak balik
washtafel karena “Jackpot”.
“Sudah...Stop, jangan kebanyakan” tahanku ketika gelas ke delapan hendak
dipesannya lagi pada bartender.
“Apa di luar hujan” tanyanya diantara nafasnya yang tersengal-sengal.
“Sepertinya tidak” jawabku ragu.
“Aku benci hujan, aku benci wanita penggila hujan itu. Dan aku akan terkapar
jika senyumannya meranggas kerontang hatiku. Kini serasa diseretnya aku ke
selokan yang berbau comberang. Seolah aku “belahan jiwa” nya, PEMBOHONG....Wanita
yang menjeratku dengan aksara cintanya”. teriaknya sambil melepaskan sebuah
cincin putih bermata Kristal dari jari manisnya.
Ku papah Gill yang setengah sadar keluar, suara rintik hujan terdengar seperti
nyanyian. Titik-titiknya membelah malam. Gill mengaduh kesakitan.
“Cepat, aku tak ingin terkapar karena hujan....” teriaknya semakin mempercepat
seret langkah kakiku yang tersendat-sendat membopong bobot tubuhnya.
Gill lelaki garang, ngasal dan suka-suka kini terkapar oleh wanita pencinta
hujan. karena sengatan kata Gill seolah “belahan jiwa”.
“Gill, tahukah kamu...Aku juga wanita dan aku pencinta hujan. tapi, apakah
aku PEMBOHONG?...”
***********
Jakarta, 26 September 2011
Pukul 20.51 wib
Aida M Ahmad
Comments
Post a Comment